Haekal Adha Al Giffari — The Dark
Side of Sidney
Pernahkah
kita berpikir, sebenarnya apa makna setiap peristiwa yang kita temui? Mengapa
setiap peristiwa itu menghampiri? Bahkan, mampu mengubah langkah kita? Mengapa
harus kita yang menjalani dan bukan orang lain saja? (hal—04).
Sejujurnya
saya rada bingung membaca novel ini. Satu saja, hal dasar yang menjadi tanda
tanya besar dalam kepala saya ‘Ini novel intinya apa?’
Namun
karena komitmen ‘must read’ saya, harus
tetap mengupdate apapun yang saya baca. Sebab di resolusi tahun ini saya
memberikan hukuman pada diri jika tidak terpenuhi. Hukuman yang cukup
menyulitkan saya, di tahun depan. Setidaknya setengah dari resolusi harus terjalankan.
Karena memang hanya berjumlah sepuluh butir—yang akan saya posting jika telah
terealisasi.
Saya
membaca buku ini semata greget gak selesai-selesai membaca novel Strom yang
tebelnya lebih dari cukup untuk nimpuk maling—direview suatu saat nanti. Sebab
bulan ini belum ada satupun buku yang kelar saya baca.
Langsung
ke pokok. Secara garis besar novel ini menceritakan liburan semester si Giffari
yang akan ke Aussie (tajir nih bocah, liburah ke luar negeri :P). Berangkat bersama
Fachry—sepupu atau temen lama gitu saya lupa. Sesampainya di sana, tanpa
sengaja keduanya bertemu dengan Zafhira yang lagi nangis misek-misek di airport. Dan, kebetulan lagi, Zafhira
ini ternyata temen TKnya Fachry. Singkat cerita, selama liburan ketiganya
tinggal bersama keluarga Fachry yang penuh kehangatan itu.
Lalu,
kenapa Zafhira nangis bombay di awal pertemuan? Petualangan apa yang akan
ketiganya hadapi di negeri kangguru itu? Bagaimana bisa Giffari bertemu dengan
sosok Masef yang selalu bersama seorang gadis yang disebut Salju Putih di
negeri kangguru itu?
Sejujurnya,
saya rada enggak ngeh dengan
endingnya yang berbunyi begini: Siapa sebenarnya orang-orang aneh
ini? Kenapa mereka mengikutiku? Apakah ini suatu kebetulan atau telah diatur
sejak awal? (hal—300). Lha,
ya mana saya tahu toh. Secara saya enggak ikutan ke Aussie (gubrakk).
Tapi,
saya sangat salut dengan si penulis. Sebab pada biodatanya, doi nulis novel ini
saat masih kelas IX SMP. WOW! Saya merasa tertohok. Maksud saya, sebelia itu
doi udah bisa komitmen bikin naskah novel sampai selesai. Sedang saya, apa
kabar nakah sendiri? Yang tiap awal tahun itu jadi resolusi (nangis
misek-misek). Belum lagi persaingan masuk meja penerbitan. Dan revisi-revisi
dengan editor setelah diterima. Sungguh, saya sangat mengapresiasi hal ini.
Mungkin
karena novel ini bergenre remaja dan bukanlah segmen saya, jadi rada ‘gimana
gitu’ bacanya. Tapi saya yakin ini novel cukup baik dibaca pada kalangannya.
Sebab si tokoh saya—Giffari. Sering menampilkan konflik batin berupa pemikiran-pemikirannya
yang lumayan memberikan pengetahuan. Seperti teori terciptanya jagad raya, yang
ia ingat pernah di tuturkan gurunya. Tentang pulau Bali, yang menarik turis
mancanegara, dan lain sebagainya. Jauh lebih baik ketimbang nontong anak geng motor
cinta-cintaan.
Yaudah
segitu aja dulu. Sekian dan bye~ bye~
*Done
read 09 of 60 books must read in 2016
Tanggamus, 23 Februari 2016
hmm, mungkin memang novel ini akan terlihat bagus di kalangan penggemar novel remaja. kalau say asih lebih ke yang berbau thriller :)
BalasHapusthriller emang seru, dan menegangkan. aku juga suka. cuma, sometimes kita juga butuh bacaan ringan, sekedar selingan.
HapusIni bergenre remaja banget dan sedikit berat ya ._. aku lebih suka baca yang komedi-komedi begitu -_- aku mah apa, manusia nggak ada serius-seriusnyaa~ awwkwkwkw
BalasHapusini hanya tentang selera saja. genre apapun selama ada dan mearik, pasti kubaca hehe
Hapusini yang dimaksud review?
BalasHapusbukan, sayang.
Hapussemangat nulisnya mbak!!
BalasHapusoke, kamu juga ya :D
Hapus