[Done Read 12 Books] Hujan




Tere Liye – Hujan
 

Sedikit intermezo.

Sesungguhnya saya bukan penggemar berat Tere Liye. Bukan juga tidak suka, ya. Saya tergolong pembaca yang freak. Entah mengapa, saya malah tidak terlalu suka dengan novel-novel penulis yang lagi naik daun macam Bang Darwis ini. Saya justru lebih suka novel milik penulis macam Riiku Hanazawa, Azhar Nurun Ala, Alvi Syahrin dan penulis biasa-biasa saja lain. Taste saya terhadap bacaan memang rada gak selaras sama selera pasar
. Semisal saya membaca novel Orizuka, Tere Liye, atau Pidi Baiq itu murni rasa penasaran. Seperti apa sih novel-novel yang sangat digandrungi khalayak itu? 

Bukan tanpa alasan sih saya tidak mau menggandrungi novel ciptaan penulis beken. Justru sangat beralasan, utamanya karena harganya yang selangit itu sih. Sebagai mahasiswa yang jatah bulanan saja, masih kucuran dana keluarga, mana mampu. Apalagi menurut saya—menurut saya lho ya—Bang Darwis ini penulis yang kapitalis. (Maaf semisal penggemar garis kerasnya membaca ini dan tidak suka. Saya hanya mengungkapkan opini) seolah hanya ngejar royalti dan aji mumpung; mumpung lagi laris, mumpung lagi naik daun, mumpung belum tersaingi, dsb.  Hingga semua genre dijajalnya. Mulai dari roman yang mengaru biru, politik, keluarga, remaja, fantasi bahkan yang terbaru ini agak scifi. 

Sebagai pembaca dan pengamat saya merasakan sebuah siklus dilema yang mungkin penggemarnya juga rasakan; Baru aja beli satu novelnya. Baru aja ingin helai napas karena tabungan dikuras untuk beli novelnya yang berharga nyaris 100K semua. Eehh blio udah nerbitin novel baru, eh kumcer blio udah muncu lagi di toko buku, eh sekarang novelnya genre fantasi, eh yang novel lama belum ke beli udah naik cetak. Sebagai pecinta buku, saya tahu bagaimana rasanya ngebet banget ingin beli novel tapi rupiah lagi lemah-lemahnya. Nyesek abis!

Kok saya jadi mikir, ini penulis butuh duit apa produktif? Jadi susah dibedain gini *helai napas. Perasaan Dee Lestari, Raditya Dika, Trinity, Andrea Hirata, hingga J.K. Rowling, gak segitunya deh nerbitin novel.

Tapi, karena saya punya empat novel Tere Liye dengan hasil pemberian, ya saya fine-fine aja. Ada yang hadiah ulang tahun (Sunset Bersama Rosie), ucapan terimakasih (Rindu), dukungan moral (Sepotong Hati yang Baru) dan dibayarin gitu saja saat beli (Bulan). Beruntung khan saya hahaha. Semisal kamu mau beliin juga, saya gak akan nolak kok untuk mengkoleksi karya Bang Darwis :D

 
Koleksi Novel Tere Liye Ber-TTD Penulis


Aniway, Bang Darwis ini orang Lampung juga lho, seperti saya. Blio alumnus SMA 09 Bandar Lampung. Saya ketahui saat ikut bedah novel Bulan di Poltekes Tanjung Karang, dulu—entah kapan percisnya, sudah lupa. Saai itu saya ikut bedah novel Bulan sekedar gaya-gayaan aja sih. Biar kelihatan kekinian. Lagipula saya punya empat bukunya, lumayan kan bisa minta TTD penulis gratis. 

***

Tidak mampu beli bukan berarti tidak bisa membaca kan? Bisa pinjam teman. Seperti Novel Hujan ini, saya baca karena hasil minjam. Entah ada angin apa tetiba dia mau minjami saya novel ini, padahal saya tidak minta. Bahkan saya tidak tahu kalau dia punya haha.

Sesungguhnya saya tidak terlalu berekspektasi tinggi, sampai harap-harap cemas gitu. Saya hanya penasaran, bang Darwis akan menceritakan apa lagi. Saya sedikit tidak nyaman dengan judulnya ‘Hujan’. Sumpah demi apapun, itu sudah klise bangettt. Tema hujan, duhh! Udah enggak musim, Bang. Udah basi. Gak ada tah tema lain? Banjir kek, kabut asap, teman Ahok gitu. Ngahaha.

Dan ekspektasi yang tidak saya harapkan benar-benar terjadi.

Dia ingin menangis. Dia ingin tetap berada di sini. Dia ingin menagis saat hujan turun, ketika orang lain tidak tahu bahwa dia sedang menagis.(—maaf saya lupa ini narasi halaman berapa, bukunya sudah dikembalikan ke empunya :D)

Karena air hujan menyamarkan air matanya, bla...bla...bla.... Duhh, alay ngetsss. Saya rada geli-geli lucu.

OK, langsung saja, opening-nya terlanjur melebar nih. Pada novel ini kita akan dibawa pada sebuah seting masa depan. Sekitar tahun 2045, ketika teknologi paling mutakhir sudah tercipta; tablet yang setipis lembaran HVS, jam tangan yang merangkap menjadi piranti komunikasi hingga alat pembayaran, mobil yang sudah bisa terbang, kereta trem yang sudah secepat kilat dan lain sebagainya.

Semua masalah berawal dari stasiun bawah tanah, ketika Lail bersama ibunya akan berangkat sekolah untuk kali pertama setelah libur panjang. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di bumi semenit yang akan datang, sejam, atau sehari kemudian. Kita, sebagai manusia hanya dapat memperkirakan. Pastinya ada di tangan Tuhan Pemilik Semesta Alam. Begitupula pada saat itu, tidak ada penduduk bumi yang pernah menyangka jika kejadian paling mengerikan di bumi akan terjadi. Secanggih apapun teknologi, semutakhir apapun ciptaan manusia, tetap saja tidak ada yang dapat menandingi kuasa semesta. 

Tidak ada yang menyangka bahwa bencana alam paling mematikan di muka bumi ini akan terjadi pagi itu. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa dalam hitungan menit alam akan memporak porandakan seluruh peermukaannya. Gunung purba yang selam jutaan tahun mati suri, meletus. Lebih dahsyat dari letusan gunung Tambora. Lebih mengerikan dari letusah gunung Krakatau. Siklus alam yang terjadi 10.000 juta tahun sekali itu, sukses memporak-porandakan kehidupan bumi dalam satu waktu. 

Semua kecanggihan teknologi lumpuh. Bumi gonjang-ganjing. Bahkan sisa penduduk bumi tak kurang dari sepertiganya. Lail termasuk manusia yang beruntung atau sial, entahlah. Yang jelas ia selamat dari bencana besar itu. Meskipun harus menerima kenyataan bahwa ibundanya harus terjatuh kedalam jalur kereta bawah tanah saat mencoba naik ke permukaan bumi melalui tangga darurat. 

Tentu keselamatannya tak lepas dari seseorang anak laki-laki yang menariknya dari lubang jalur kereta bawah tanah bertepatan dengan gempa vulkanik susulan terjadi. Anak laki-laki itu bernama Esok. 

Hari-hari mereka selanjutnya dihabiskan di tenda pengungsian lapangan GOR yang tersisa. Keluarga keduanya tidak ada yang selamat. Mereka harus tertatih juga merangkak untuk move dari kejadian mengerikan itu di usia yang terbilang dini.

Meski beberapa tahun kemudian perlahan-lahan kota-kota di bumi kembali menggeliat dan bangkit, namun apakah hati juga dapat bangkit semudah itu? Bagaimana dengan trauma, sedih, kehilangan dan remah-remah hati yang tersisa? Apakah bisa dikembalikan hingga utuh?

Esok yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata akhirnya diangkat anak oleh seorang kaya raya yang akan mendanai studinya hingga selesai. Sementara Lail, ia harus menjalani hari-harinya di panti sosial. 

Susah-senang yang mereka lalui bersama selama di tenda pengungsian membuat keduanya sangat dekat. Lantas bagaimanakah mereka mengatasi perpisahan? Ketika akhirnya Esok diterima di perguruan terbaik di ibukota yang sukses memisahkan mereka?

Terjatuh, bangkit, kembali terjatuh, tertatih, semua itu sudah Lail lalui. Lantas sebatas apa hati seorang manusia dapat bertahan? 

Ledakan hati Lail terjadi bertepatan dengan kabar mengejutkan bahwa Esok yang bernama tenar Soke Bahtera merupakan salah satu ilmuan teknisi kapal super canggih yang akan membawa manusia hidup di luar angkasa. Itu terjadi ketika mereka sudah dewasa, karena perubahan cuaca ekstrem pasca ledakan gunung purba yang diperkirakan ilmuan akan memusnahkan penduduk bumi tak kurang dari sepuluh tahun kedepan.

Sayangnya, tidak semua penduduk bumi dapat ikut, hanya orang-orang tertentu yang terpilih dari mesin pencacah genetika. Itu semua ditempuh ilmuan untuk menyelamatkan spesies manusia dari kepunahan. 

Lalu, apakah Soke Bahtera akan meninggalkan Lail begitu saja? Apakah Lail sanggup hidup dengan tanda tanya besar tentang Esok yang entah mencintainya atau tidak?

Simak kisah selengkapnya bersama Elijah yang sedang mendengarkan cerita Lail di ruang bedah syaraf pusat kota. 


*Done read 11 of 60 books in 2016


Bandarlampung, 23 Maret 2016


19 komentar

  1. sangat menyentuh hati :) orang kedua yg ngeplus kayak nya :D

    BalasHapus
  2. Tere Liye produktif dan aji mumpung. Itu yang bener. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. yak, setuju sama bang haris *bisik-bisik* :D

      Hapus
  3. Aku suka kok novel-novelnya Tere Liye. Tapi gak masalah juga orang berpendapat apa tentang dia. Hehe
    Btw, sejauh ini yg udh aku baca sih, menurutku buku2nya beliau itu selalu meninggalkan pesan yg tersirat. Secara gak langsung, ada pelajaran yg bisa aku ambil dari cerita yg dipaparkan dalam bukunya.
    Tapi kalo novel hujan ini belum baca dan belum punya (pinjeman).
    Oh iya, aku setuju kalo novelnya kemahalan! Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga suka, apalagi kalo gak pake beli hehehe.
      Iya memang seperti itu, tidak bisa dipungkiri novel blio emang neninggalkan pesan tersirat. terlepas dari itu, ada semacam keresahan yang ingin saya ungkap. itu saja.
      sipp, kalo setuju! mungkin kapan2 kita bisa bikin petisi atau demo bareng, menuntut harga2 novel yang kemahalan.

      Hapus
  4. Aku setuju banget dengan opini kamu :D Aku juga sama denganmu, belum pernah baca buku terbitan siapapun yang lagi tenar. Dulu sih alasan karena bukunya mahal. Nggak pas di kantong pelajar.

    Kemudian bukunya ada terus sampai bingung enaknya mau baca yang mana duluan. Akhirnya males juga beli meski budget skarang uda bisa tuh beli buku mereka. Jadi aku belum pernah tau gaya menulisnya yang katanya bagus itu gimana.

    Aku cuma pernah baca bukunya Fuad Fuadi yang Negeri 5 Menara. Itu juga dapat hadiah. Dan... lelah bacanya cuma sampai di sepertiga buku. Terlalu bertele-tele dan mendetail. Mungkin itu kelebihan dia. Detail gambarin suasana. Tapi terlalu over dan membosankan. Jadi males mau beli. Ternyata ekspetasiku nggak sesuai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. andai penerbit juga setuju dengan opiniku. hmmm... alangkah indah hidup mahasiswa dan pelajar

      kalo udah gitu, aku paling beli yang direkomendasikan teman, ya sekedar intip gaya menulis si penulis 'populer' itu aja.

      banyak buku bagus yang seperti itu memang. terkesan pembaca berita, aku juga gak terlalu suka dengan gaya menulis yang terlalu detail menggambarkan seting tempat. sesuatu yang berlebihan memang tidak baik, sih

      Hapus
  5. Tere liye itu produktif plus aji mumpung juga si. Mungkin selagi bisa produktif dan selalu diminati. Knapa nggak kan? Apalagi buku2nya selalu best seller. Keren!
    Tapi jujur, gak pernah baca buku terbitan tere liye. Temen juga banyak yg gak punya si.. hihi

    Tapi kata2nya buku tere lite selalu memeberikan pelajaran di setiap bukunya. Pokoknya keren deh! Tapi belum pernah baca. -___-

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, memang cukup keren sih dia.
      Yang nerbitin buku penerbit bang, bukan tere liye, blio cuma nulis. hadehhh
      makanya baca bang biar kekinian -_____- :D

      Hapus
  6. Aku kurang setuju sama opinimu, kalo dibilang aji mumpung kayaknya enggak juga, tere liye tulisannya kerena-keren, emang punya banyak genre, tapi justru itu kekuatannya, banyak hal menarik yang dia sajikan di tema-tema yang berbeda itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bang yud, gak papa kok kamu gak setuju sama opiniku.
      kita emang udah beda, kita gak sejalan, papahku sukanya bengbeng dingin. FIX!

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. aku sendiri masih buruk dalam urusan membaca buku, buka ya.. kalau novel, aku belum berminat sama sekali. adapun novel yang aku baca sampai habis karena ceritanya yg bikin ketagihan karya ayu utami dengan judul manjali dan cakra birawa. aku yakin pasti udah naik alis sebelah karena aku baca karangan ayu utami. hehehe..

    ngomongin soal tere liye? entahlah, aku g pernah baca soal dia. cuman aku setuju sama opinimu. ditambah lagi kemarin tere liye bikin gempar karena status fb-nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. akupun begitu, 'baik dalam membaca buku' itu yang seperti apa? akupun tak tahu -___-
      wah jadi penasaran sama karya ayu utami itu. akumah gitu orangnya gampang penasaran mbk Pit ::D

      oh iya itu yang status fb, entahlah mungkion banyak yang sirik sama blio

      Hapus
  9. Gue gak terlalu suka baca novel sih, novel yang pernah gue baca palingan Tetralogi Laskar Pelangi. Dan, gue sendiri malah belum pernah denger judul novel ini. Maklum gue kudet kalo soal novel...

    Eh, genre sci-fi paling enak tuh kalo ditonton, dengan kata lain film. Kalo genre sci-fi, menurut gue sih agak kurang enak ya... Berarti kita harus bayangin sendiri kecanggihan" yang di novel itu... But, mungkin buat melatih imajinasi, cocok tuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah bagus itu mas Fud, karangan aandrea hirata. cuma bahasanya nyastra bangettt, kugak kuat -___-
      saran gue, sering-sering melipir toko buku mas, biar agak kekinian. okesip!
      tapi gak juga sih, gue justru suka versi novelnya. secara imajinasinya lebih liar dan fleksibel. kalau udah difilmkan gue merasa tastenya kurang aja. istilah masakan agak cemplang gitu hehehe

      Hapus
  10. Saya sudah selesai baca buku ini mbak hehe..

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Silakan Berkomentar agar saya dapat mengunjungi balik blog kamu. Mohon maaf jika mendapati komentar dimoderasi, mengingat maraknya spam yang nganu.