Storm: Seri Elemental — Brigid Kemmerer
Aku tidak percaya pada kebetulan,
meski kadang
kebetulan memang benar-benar terjadi—Becca
Auwooo....
Kenapa
prolognya gitu? Entahlah, yang jelas saya seneng banget. Akhirnya selesai juga
baca ini novel. Secara ini buku mulai saya baca dari awal januari lalu. Awal
april baru kelar boo. Ajegile! Lama banget gak sih?
Ya, gimana
gak lama? Orang ini novel saya tinggalin di rumah. Sedang saya hidup di tempat
kos. Entah angin apa minggu ini, ketika di rumah saya berambisi kuat untuk menyelesaikannya.
Walau halangan rintangan menerjang, harga BBM turun lagi, sedang supir taksi
pada demo, akhirnya kelar juga. Motivasi terbesar sih, karena gak mungkin saya
bawa ke Bandar Lampung
, sebab berat hehe.
, sebab berat hehe.
Novel
terjemahan yang berjumlah 42 bab dan 552 halaman ini, cukup bikin nyali ciut. Abis
tebel banget sih. Kayak daftar dosa mantan yang dibukukan. Bacanya aja serba
salah. Dipegang pakai dua tangan, bikin pegel. Sambil duduk taruh atas kaki,
juga berat. Tengkurep, capek. Apalagi telentang, jangan deh. Serius mau baca
novel sambil telen-tang? Ya, gitulah pokoknya susah cari posisi wuenak kalo baca novel tebel.
Anyway, masih ada tiga buku terjemahan lagi
yang belum kelar saya baca. Salah satunya seri ‘in death’ yang cerita sebelumnya pernah saya review di sini. Saya emang butuh waktu ekstra kalo baca
buku terjemahan gini. Walau berujung males lanjutin, sebab sudah lupa jalan
ceritanya huahaha. Ya itu, kelemahan saya, ‘pinter memulai dan susah untuk konsisten dengan sesuatu yang telah
dimulai.’ -_-
Cerita
bermula dari empat bersaudara Merrick; kakak tertua Michael, si kembar Nick dan
Gabriel, serta si bungsu Chris. Keempatnya memiliki anugerah berupa kekuatan
empat elemen berbeda; tanah, angin, api dan air. Bersama mereka berusaha
menjalani hidup senormal mungkin agar tidak mecolok di lingkungannya, dan yang
penting, agar tidak terendus oleh pemandu. Pemandu itu siapa, dan ngapain
pemandu ngendus-ngendus jejak mereka?
Saya baca
novel ini jadi membayangkan, someday saya
punya empat anak lelaki semua macem Merrick bersaudara. Ada si kakak tertua
yang tampan, tegas dan gahar, sebab punya tanggung jawab menjaga adik-adiknya.
Anak tengah yang kembar, serupa tapi punya kekuatan berbeda dan jahil abisss. Tak
lupa si bungsu yang ‘sok’ dewasa, tapi faktanya paling muda dan parahnya selalu
jadi sasaran bully kakak-kakanya. Duhhh! Menggemaskan sekali. (Skip-skip! Ini jomblo malah numpang
berimajinasi hahaha)
Entah sial
atau beruntung, Becca ditakdirkan berada di tengah Merrick bersaudara, tentu dengan
segala problematika yang telah diwariskan dari orang tua secara turun-temurun.
Problem kok diwariskan, harta kali yah! Kusutnya Becca muncul bertepatan dengan
Chris yang sedang diserang oleh Tyler dan Seth—musuh bebuyutan kemuarga
Merrick. Chris, si pengendali elemen air—yang notabenenya masih bocah remaja labil
(Apa, bocah? Apa remaja nih?) ‘Bawel lo, intinya labil!’—selalu
mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosinya, yang berdampak pada
kekuatannya yang juga ikut tak terkendali. Ya gitulah kalo remaja lagi jatuh
cinta, bawaannya meledak-ledak muehehe.
Omong-omong,
si Chris ini tipikal cowok cuek, jual mahal dan cool gimana gitu. Bikin gemes! Ngingetin sama adik bungsu saya
yang diam-diam BBM-nya rame sama cewek-cewek centil nan labil :D
Apakah
kekuatannya yang sering di luar kendali itu dapat mencelakakan orang tercinta?
Lantas mampukan Chris mengendalikannya? Situasi semakin keruh karena kehadiran
Becca, yang nahasnya selalu muncul dengan ancaman bahaya.
Satu yang
pasti, Chris DKK tidak memiliki banyak waktu lagi, sementara pemandu sudah semakin
deat dengan mereka. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Sejatinya,
keberadaan Becca—yang manusia biasa-biasa saja—bukanlah sesuatu kebetulan.
Apakah Becca juga memiliki kekuatan elemen layaknya Merrick bersaudara?
“Tetapi—“ Hunter mengerutkan
kening. “Bagaimana orang-orang di sekolah mengusikmu. Kamu bisa menangani
anjing dengan baik. Maksudku—ibumu adalah seorang perawat, astaga. Dan kemudian, kamu bilang Drew, mencoba—di
lapangan tadi malam.” Dia menyisirkan jari ke rambutnya. “Aku tidak pernah
memikirkan bagaimana rasanya semua itu pada seorang perempuan, tapi—“
Astaga Becca ingin meninjunya “Kamu ini ngomong apaan, sih?”
“Dia kelima,” kata Michael,
melangkah kesamping Becca (Hal—518).
Apa maksud
Michael? Temukan jawabannya langsung!
Ini novel
genre remaja yang akan saya rekomendasikan bangettt (T-nya tiga) untuk
dedek-dedek gemes. Saya suka syekaleh
dengan novel remaja barat. Sebab dialognya cendrung ceplas-ceplos, tanpa banyak
gombal basi gak penting. Macem ini:
“Ya ampun, Bex, apa kamu pikir dia
akan melakukan sesuatu yang mengerikan seperti...membelikanmu bunga?”
Becca menatap kesal (Hal—126).
Sensasi
sarkas dan hakjleb-nya dapet banget.
Sumpah saya
setuju banget sama Quinn ini. Beberapa cewek menganggap dikasih buket kembang
itu sweet. Tapi kalo saya sih
tersinggung, ‘situ kira sini kuburan!’
ngasih kembang :P
‘Lamborghini, dong!’ lho!
Lanjut, meski
berseting kebarat-baratan, tidak ada adegan fulgar dalam novel ini. Adegan
cinta-cintaan pas banget porsinya; sebatas cium pipi, dansa, pegangan tangan,
gitu-gitu aja. Sangat wajar, apalagi di kultur budaya barat. Kental sekali
dengan jiwa remaja yang menggebu-gebu, emosi meledak-ledak, gak sabaran,
berpikir cendrung dangkal, konyol, dsb.
Tapi
sayangnya, novel ini cukup membosankan, jika tidak teguh iman, sulit untuk
meng-klimaks-kannya (duhh, bahasa gue!).
Beberapa kali saya gagal fokus dengan alur cerita dan konfliknya. Sebab penggambaran
suasana oleh si penulis—yang menurut saya—terlalu detail. Macam penyiar berita live di televisi. Bukannya memperkuat
cerita, tapi memperbosan. Beberapa kali terpaksa saya skip. Alih-alih saya kesel, sampai geregetan, ‘sebenernya mereka ini mau ngapain sih?!’
Kenapa
deskripsinya begitu bertele-tele? KZL! Macam pacar yang sudah bosan dan takut
mau minta putus. Hadehhh!
Overall, saya suka dengan novel ini. Sebab belinya di bazar yang murah meriah
hehe. Novel yang bagus adalah
novel yang ketika kita selesai membaca, ada semacam ‘rasa’ yang melekat dan
membekas di benak pembaca. Yang roman gak sekedar mengharu biru. Atau yang komedi
gak sekedar ngakak kopong belaka. Gitu sih, menurut saya.
*Done read
14 of 60 books to read in 2016
Tanggamus,
02 April 2016
Wahhhh gue belom pernah baca novel terjemahan setebal itu. Novel tertebal yg pernah gue baca keknua perahu kertas doang. Alasanya sama tuh kek lo. Tebal banget. Tebalnya mengalahkan dosa mantan yg dibukukan. Hahahahah
BalasHapusAsikk jadi keingeta dosa mantan nih ya gara gara novel tebwl. Kampret memang!
HapusDuh tebel banget ya novelnya, enakan nonton filnya kali ya kalo tuh novel dibikin film
BalasHapusItu tergantung kesukaan aja sih mas bud. Tapi kalo saya lebih suka baca novelnya lho
Hapus