Tiada Hari Tanpa Bukber

mantuidaman


Hallo, assalamualaikum. Gak kerasa ya, udah masuk puasa hari ke-8. Dan blog ini dianggurin oleh pemiliknya entah dari kapan. Kali ini Mantu hadir bersama seorang blogger yang banyak omongnya gak kalah sama si Mantu sendiri. Kalau udah meet up sama kawan blogger satu ini, rasanya buanyakkk sekali unek-unek, ide, cerita, kisah, sanggahan, alasan, curahan pikiran seputar isu-isu apapun yang harus banget kami bahas. 

Seolah kalau semua hal itu tidak kami ocehkan, kemaslahatan umat di bumi ini akan terganggu. Sedikit berlebihan? Ya, begitulah kami.

Oleh sebab itu, kolaborasi blog dengan tajuk Celoteh Santai ini hadir. Harapannya sih agar ocehan yang berupa rumpi-rumpi agak berfaedah itu gak cuma masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri kami saja. Di sisi lain juga agar silaturahmi dan efek saling menyemangati menulis itu hadir ditengah gerusan rasa malas dan seribu alasan utntuk tidak ngeblog lagi. 

Yowes, segitu saja opening-nya. Mantuidaman ini kalau curhat emang suka keterusan. Maafkeun!


***

Berbicara bulan suci ramadhan rasanya gak afdol kalau tidak membahas Bukber (Buka Bersama). Sebab ini semacam agenda wajib aja gitu kalau MUI sudah ketuk palu dan menyatakan bahwa hilal sudah nampak. Entah dengan teman kerja, teman komunitas, teman kosan, teman seangkatan, teman alumni PAUD, TK, SD, SMP, SMA, terserah deh. Pokoknya kita kudu banget Bukber!

Kalau kamu gak ada undangan bukber sama sekali selama ramadhan, itu tandanya kamu sedang tinggal di planet Namex. Gak punya teman. Gak ada saudara. Sendirian. Jomblo. Hih, mampus lo!

Throw back ke ramadhan tahun lalu,

Tepatnya tahun 2017, adalah ramadhan yang paling berkesan bagi Mantu. For the first time, aku yang anak mami banget, manja, cengeng, penakut, panikan menjalankan ibadah puasa jauuuhhh bangettt dari orang tua. Total aku hanya menghabiskan waktu puasa selama 5 hari di rumah. Sisanya di Jawa Timur. Bahkan aku nyaris berlebaran di Semarang (kalau seandainya fiks aku gak akan melanjutkan kuliahku lagi).

Nyaris seminggu tujuh kali, telepon dari rumah berisi suara Ibuk yang menahan rembesan air mata sembari merayu-rayu aku untuk pulang. Duh, aku anak durhaka Cuy! Tapi, di sisi lain beban stuck menjalani hidup dan rasa bersalah atas orang-orang yang sayang sama aku bikin aku muak dengan lingkungan dan rutinitas hidup yang harus kembali aku jalani. 

Tapi ternyata berada jauh dari rumah membikin aku semakin lebih dekat dengan Sang Pencipta.

Sebab aku gak tahu kan mau minta tolong dan berkeluh kesah dengan siapa lagi kalau bukan sama Allah. Oke, oke aku gak lagi bikin tulisan cerita sedih sebenernya. 

Ini semacam prolog novel yang lagi membangun konflik agar pembaca penasaran aja, kok! Hahaha

Bersyukur sekali aku dulu memilih tempat kabur di Pare. Entah akan seperti apa hidupku sekarang kalau seandainya aku memilih tempat lain. Jadi tawan suku endemik untuk dipersembahkan pada dewa jamban misalnya. Who knows? 

Tempat di mana kamu berkenalan dengan seseorang (yang sama sekali tidak kamu kenal) saat sedang makan sendirian dan detik berikutnya ke tempat sewa motor bersama untuk kemudian jalan-jalan ke Simpang Lima Gumul sembari menikmati hiruk-pikuk kota Kediri sebelum senja beranjak.

Gak kenal bukan alasan buat gak temenan dan seru-seruan together
Aku banyak memperoleh inspirasi dan pelajaran hidup di sana. Bertemu dan berkawan dengan orang-orang keren. Hingga memaknai apa artinya hidup hingga belajar mengenali diri sendiri hingga mengendalikan ego yang selama ini suka meledak-ledak gak jelas.

Oke yang ini kapan-kapan aja ceritanya. Makin lama, makin gak fokus ke tema nih. Hahaha

Gimana sih puasa di Pare, Kampung Inggris itu?

Meskipun jauh dari rumah dan orang tua, aku punya banyak teman di sana. Bahkan tiada buka tanpa acara buka bersama. Dadakan saja. Pokoknya kita tinggal kumpul saja di suatu lokasi, sebab di sana kan aku gak punya peralatan masak ya, makan totaly di luar. Dan makanan relatif murah-murah dibandingkan dengan di Lampung.

Cuma ini menu makanan di Pare yang sempat aku fot T.T

Sebab semua teman-temanku di sana juga dalam keadaan serupa, senasip, sepenanggungan (jauh dari rumah dan orang tua) maka mencari teman untuk buka bersama itu jauh lebih mudah. Bisa teman sekamar, teman sekos, teman sedaerah, teman sekelas atau teman sekelas di periode sebelumnya. 

Jujur menjalani puasa di Pare gak bikin aku merasa kangen rumah. Karena di sana hidupku lebih chalenging. Aku menjalani rutinitas dengan lingkungan dan suasana yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Sebab mindsetku sudah terlanjur terseting:

Kalau gak siap jauh dari ketek Ibuk, ngapain dulu pergi. Sudah jauh-jauh di provinsi ujung Jawa masa cuma mau menghabiskan waktu untuk bersedih-sedih dan merindu rumah. Mending gak usah ke mana-mana aja kan!

Aku bukan tipikal orang yang kalau buka puasa harus banget bareng takjil berpa kolak, es blewah, es campur, atau apapun itu. Bagiku buka pakai segelas air putih atau teh hangat ditambah beberapa camilan aja udah lebih dari cukup untuk mengganjal perut sampai selesai sholat magrib. 

Nah, barulah setelah sholat magrib biasanya aku dan rommate-ku ke tempat makan untuk makan beneran. Memag sengaja setelah magrib looking for makanan beratnya. Sebab saat itu tempat makan pada sepi. Aku paling males umpplek-umplekan di tempat makan jelang magrib gitu.

Bukber di Bakso Klenger Mas Agus (BKMA)

Tapi lebih sering aku buka puasa di kelas. Sebab di suatu periode aku ambil kelas translation yang  memang berakhirnya pas adzan magrib. Biasanya cuma buka pakai air putih yang disediakan gratis sama yang punya lembaga atau pesan takzil sama teman sekelas yang terima pesanan takzil. Ya, jelas bareng teman-teman sekelas yang lain. Ini namanya bukber tidak disengaja.

Sebab jam-jam rentan lapar aku biasanya di waktu setelah sholat tarawih (maaf ya, jam biologis aku memang rada aneh) maka bagiku yang berkesan itu adalah kalau lagi ngumpul bareng anak-anak Efast 1D selepas sholat tarawih. Entah buat main uno, main warewolf atau cuma haha-hihi sambil farewell party ala-ala kalau ada kawan yang esok akan kembali ke kampung halaman. Hinga tiba waktunya gerbang kos akan dikunci. Saat tulah waktu yang tepat untuk pulang dan istirahat.

Bukber lanjut uno-an di Brown Cafe

Emang bukan masuk kategori kegiatan bukber itusih ya. Ah bodoamat, ini tangana gak tahan buat nulis kisah yang itu. 

Bukber terakhir sebelum pada balik ke daerah masing-masing
Tapi di beberapa kesempatan kami buka bersama beneran kok. Seperti yang kalian tahu itu. Yang direncanakan di mana lokasinya, makannya pesen di mana, acaranya apa aja dan bayarnya itu berapa. Bener-bener bukber yang terkonsep meski dadakan. Itu momen bukber bareng teman-teman kelas translation di periode ke-4 aku di Pare.

Bukber beneran bareng temen-temen kelas Translation Elfast

Iya aku nulis ini karena lagi rindu suasana ramadhan di sana. Bagiku ramadhan di Lampung mah kondisinya sangat kondusif. Sampai-sampai kalau lagi dapet bingung mau makan di mana.

Di pare lebih menantang. Berasa bulan puasa beneran. Iman kita bener-bener sedang diuji. Kebayang gak sih di tengah cuaca terik Jawa Timur saat siang blong. Ketika AC di kelas sudah gak mampu menciptakan sensasi adem untuk orang-orang di dalamnya. Sambil terkntuk-kantuk mendengarkan teachernya ngoceh menjelaskan materi. 

Tiba-tiba, kawan sekalasmu yang dari daerah timur indonesia, yang memiliki keyakinan berbeda denganmu datang dengan menenteng-nenteng jus jeruk di gelas plastik dengan embun yang menetes seiring dengan irama langkahnya. Telen-telen tuh udara di kerongkongan yang kerontang. 

Yap, di Pare gampang banget nyari tukang jus siang-siang di bulan ramadhan. Gak hanya jus, tapi makanan lain juga.

Mungkin kalau aku orang muslim garis emosian, aku akan bikin petisi dan mengerahkan masa untuk demo minta keadilan. Memboikot gerobak jualan tukang jus misalnya. Tapi akusudah belajar tabah dan sabar. "Keberagaman itu indah, Bung!"

Ingat-ingat saja, yang sedang puasa itu kita. Yang harus menahan hawa nafsu itu kita. Yang harus menahan haus dan lapar itu kita. Selama ini kita menuntut untuk di hargai. Tapi, apakah kita juga sudah menghargai hak mereka yang tidak memiliki tuntutan berpuasa seperti kita?

Secara universal, beribadah itukan urusan kita dengan Tuhan. Bukan kita dengan makhluk Tuhan yang lain. Harusnya, kalau memang ikhlas beribdah untuk Tuhan, kerikil sekecil itu gak akan memengaruhi apapun. Ya gak?

Oke aku gak lagi ceramah. cuma sadar gak sih, meskipun muslim di Indonesia itu tapi sebenarnya yang menjalankan ibadah pasa itu minoritas.

Kalau gak percaya kamu hitung aja berapa jumlah muslim di Indonesia (di website BPS). Terus kurangin dengan jumlah ibu hamil dan menyusui yang gak harus puasa. Kurangin lagi dengan perkiraan muslim yang musafir, lansia, orang yang pekerjaannya amat keras dan wanita yang sedang datang bulan. Dan jangan lupakan angka perkiraan untuk muslim yang islamnya hanya di KTP.

Kamu pasti akan tercengang, mendapati angka persentase orang yang berpuasa di bulan ramadhan itu gak mencapai 40% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia.

Oh ya, kalau kamu gak setuju sama pendapatku, boleh sanggah di kolom komentar. 

Baca juga tulisan Novi tentang Celoteh Santai Episode 1: Biar Bukber Gak Wacana Forever




Salam sayang, 
Calon Mantu Idaman   






7 komentar

  1. Coba ini tulisan jadiin curhatan aja mbaaa wkkkwk. Gue menanti-nanti cerita selanjutnya malah lu blg prolog haha asem. Wahahaha cius ya kalo di Pare bener2 tiada hari tanpa bukber. Pokoknya buka bersama. Eh disana kaga kerasa ya jomblonya temennya banyak e

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sengaja. Sengaja. Emang cuma bikin pembaca penasaran aja wkwkw

      Hapus
  2. Ih suka ih... Kata mantu yang "Harusnya, kalau memang ikhlas beribdah untuk Tuhan, kerikil sekecil itu gak akan memengaruhi apapun."
    Huaaa... Bener2 kudu kuat ati.
    Wkwkwk.
    Syeetdaaah... Itu 40% doang yang puasa, tapi kalau untuk ikutan bukber kayaknya 98,9% deeeh... Haha...
    Puasa nggak puasa yang penting bukber yak...
    Biar gk sendirian terus. Xixix
    Mangats mantuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maacihh, suka juga sama Furiii. Rindu ih rindu. Kapan kita jumpa lagi. Kapan meetup yah?

      Hapus
  3. coba ini mantu bukber dulu sama dedee gondes ini..

    BalasHapus
  4. Kalau kamu gak ada undangan bukber sama sekali selama ramadhan, itu tandanya kamu sedang tinggal di planet Namex. Gak punya teman. Gak ada saudara. Sendirian. Jomblo. Hih, mampus lo!
    Eh iya loh, saya kan asli penduduk planet namex yah. Dan dari dulu tuh sama sekali gak pernah loh dapet undangan bukber. 😂😂

    Cukup terkesan dengan adegan(?) dimana bisa kenalan sama orang baru ditempat baru. Terus bisa langsung menggila saat itu juga. Keren banget asli.
    Itu kayak drama komedi thailand, hello stranger. 😂

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Silakan Berkomentar agar saya dapat mengunjungi balik blog kamu. Mohon maaf jika mendapati komentar dimoderasi, mengingat maraknya spam yang nganu.