Kawan! Sampah yang Kamu Hasilkan, Bukan Tanggung Jawab Petugas Kebersihan


"Cara terbaik menghentikan air yang tumpah dari bak adalah dengan menutup kerannya"

Perumpamaan ini sangat relevan untuk mengatasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di berbagai daerah yang dari hari ke hari terus mengalami over capacity

Ya, cara paling bijak untuk mengatasi TPA yang kelebihan kapasitas adalah dengan menghentikan pembuangannya sama sekali. Terdengar ekstrem, tapi hal ini sangat mungkin melalui program Zero Waste Cities (ZWC).   

Isu tentang sampah yang seolah tidak berujung, memang bukan hal yang seksi untuk diberitakan. Padahal masalah ini dekat sekali dengan keseharian kita.

Ketika tragedi longsor di gunungan sampah melintas di linimasa sosial media, berita itu akan lewat begitu saja. Kita akan bersimpati  pada tragedi dan korbannya hanya pada saat itu saja. Kemudian ingatan kita akan meredup seiring mengalirnya arus berita dan informasi terbaru yang lain.

Hampir kompak semua daerah di Indonesia, bencana longsor gunungan sampah di TPA pernah bahkan sering terjadi. Sebut saja TPA  Cipeucang, Tangerang Selatan pada mei 2020 silam yang longsong ke Sungai Cisadane akibat tumpukan sampah berlebihan. 

Satu tahun sebelumnya ada TPA Bakung di Kota Bandar Lampung, yang longsor juli 2019 akibat  guyuran hujan lebat dan tentu saja kelebihan kapasitas.  

Namun tragedi akibat sampah paling memilukan tidak akan pernah terlupakan di benak masyarakat adat Cireundeu, Cimahi sekalipun sudah hampir 16 tahun berlalu. Adalah tragedi longsornya sampah TPA Leuwigajah yang mengubur Kampung Cilimus dan Kampung Pojok.

Setiap tanggal 21 februari mereka menggelar doa bersama dan tabur bunga di lokasi tewasnya 157 korban longsoran sampah tersebut. Ini dilakukan untuk mengenang tragedi bencana kemanusiaan yang kemudian ditetapkan pemerintah sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).  

Kita yang umumnya tinggal di perkotaan dan jauh dari area gunungan sampah TPA, mungkin agak sulit membayangkan bahaya dan ancaman mematikan semacam ini. Apalagi muncul narasi 'merasa sudah menjaga kebersihan lingkungan tinggal sendiri.'

Sebagian dari kita mungkin pernah tertarik ikutan tren kampanye diet sampah plastik, yang belakangan marak menggaung di media sosial. 

Dimulai dengan berhenti menggunakan sedotan plastik dan menggantikannya dengan stainless straw, menggurangi pembelian air minum kemasan sekali pakai dan menggantinya dengan membawa tumblr air, hingga membawa kantong kain sendiri saat berbelanja. 

Usaha ini cukup banyak menuai dukungan dari berbagai pihak. Pemik usaha kedai makanan tidak mau kalah ambil bagian, ikut mengkampanyekan stop penyediaan sedotan plastik, tutup botol plastik hingga kantong bungkus plastik.

Pemerintah di berbagai kota besar di Indonesia menurunkan kebijakan penggunaan plastik sekali pakai.  

Di Jakarta ada Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat berlaku efektif mulai 1 Juli 2020. 

Sebelumnya ada Kota Semarang yang melarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai melalui  Perwal Semarang Nomor 27 Tahun 2019, ada juga kota Banjarmasin, Balikpapan, Denpasar, Bogor, Bekasi dan kota-kota lainnya.

Ini dilakukan dalam tujuan mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. Karena sampah plastik merupakan jenis sampah anorganik yang paling dominan yang kita hasilkan. 

Plastik dianggap penting untuk dikurangi penggunaannya karena barang-barang berbahan ini baru akan terurai di tanah 10 hingga 1.000 tahun. Sangat lama.

Mengurangi penggunaan kantong plastik berkelanjutan tentu diharapkan akan berpengaruh dengan berkurangnya jumlah sampah plastik yang terbuang. 

Solusi atas permasalahan sampah gak cukup sampai tahap ikut kampanye diet kantong plastik saja. Masih ada jenis sampah organik yang jumlahnya gak kalah fantastis. 

Kita ambil contoh di ibukota, jumlah sampah yang terangkut rata-rata tiap harinya mencapai 7,4 ton setiap harinya di tahun 2018. Meningkat 7,7 ton per harinya di tahun 2019, menurut Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Kepemukiman DKI, Suharti.

Food Sustainable Index terbitan The Economist Intelegent Unit bersama Barilla Center for Food and Nutrtition Food  di tahun 2018 melaporkan rata-rata kita penduduk Indonesia membuang sampah organik berupa makan sekitar 300 kg pertahun. 

Menjadikan kita ada di peringkat ke dua sebagai penghasil sampah pangan terbanyak dunia! Bukan prestasi yang membanggakan, ya. Mengingat angka kemiskinan di Indonesia juga terbilang tinggi.

Senada dengan itu, Kepala Bidang DLHK Kota Bandung, Sopyan, mengungkap setidaknya 50% sampah yang dibuang ke TPA berupa sampah organik.

Sampah-sampah semacam ini yang tiap hari diangkut oleh dinas kebersihan. Tercampur baur menjadi satu. Tidak ada pemilahan sampah kering dan basah, organik atau non organik, maupun sampah yang bisa didaur ulang atau sampah yang bisa dikomposkan. 

Celakanya terkadang turut bercampur sampah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) seperti sisa bahan kimia, lampu, batrai kering, komponen elektronik dan sejenisnya. 

Kalau sudah begini tidak hanya kesehatan para pengangkut sampah yang jadi taruhan, tapi juga kesehatan warga yang bermukim di sekitar TPA, kualitas tanah dan air di lingkungan yang terkontaminasi.

Pernah gak, kamu terjebak lalu lintas padat merayap lalu di depanmu ada truk pengangkut sampah.  Sat itu kamu dalam posisi rapi dan wangi mau jalan sama gebetan, eh berjumpa dengan kendaraan yang mengeluarkan aroma busuk, menyengat dan sangat tidak sedap. 

Belum lagi padangan matamu menangkap cairan pekat sisa pembusukan sampah organik terus mentes dari badan truk, iyuh jijik banget gak sih! 

Terbayang dong, gimana para petugas pengangkut sampah yang saban hari harus mengangkut sampah-sampah tersebut?

Ya, memang itu udah tugas mereka. Namun sampah-sampah itu kan diangkut dari pemukiman tempat kita tinggal. Para garda terdepan penegak kebersihan lingkungan kita itu, tidak cukup harus menghirup aroma tidak sedap sampah yang membusuk saja. 

Mereka juga harus merasakan dampak berbahaya yang ditimbulkan oleh sampah organik dan anorganik yang tercampur. Ada cairan beracun leachate yang potensial mengurangi kadar oksigen di tanah dan air, gas metana yang lebih berbahaya dari karbon dioksida. 

Belum lagi mikro organisme yang berkembang biak subur di dalam sampah yang membusuk berupa kuman, virus, bakteri yang menimbulkan penyakit serius seperti tetanus, infeksi, hingga keracunan. 

 "Buanglah sampah pada tempatnya" 

Slogan yang dulu sering kita temui di berbagai tempat umum, kini  tidak lagi relevan kalau dalam proses membuangnya sampah itu tidak melalui proses pemilahan antara yang organik dan non organik, antara yang basah dan yang kering. 

Sebuah gerakan sosial berkonsep kota nol sampah (Zero Waste Cities) datang dari Kota Bandung dan Cimahi sebagai model penerapan. Diinisiasi oleh YPBB (Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan) yang mengembangkan sistem pengumpulan sampah terpilah dan pengelolaan sampah secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Gerakan ini mengingatkan saya pada daily vlog pada kanal Youtube Kimbab Family. Pada salah satu episode, Mama Gina memperlihatkan bagaimana kebiasaan memilah sampah dan cara penduduk perkotaan di Korea Selatan membuang sampah rumah tangga. 

Sampah-sampah hasil rumah tangga dipilah berdasarkan banyak kategori. Sampah anorganik sisa makanan diberi kantong berhologram khusus sebelum dibuang ke TPS di lingkungan tinggalnya. 

Sementara sampah daur ulang, dipisahkan berdasarkan kategori bahan. Mulai dari bahan kertas, styrofoam, kemasan karton, kaleng, plastik tipis, plastik kaku dan tebal, wadah kaca, lampu, batrai bekas, hingga kain bekas.

Mama Gina bahkan harus mencuci dan mengeringkan dahulu botol bekas soft drink sebelum membuangnya. Ribet sekali ya!

Tonton kebiasaan memilah sampah ala Mama Gina di Korea Selatan

Kegiatan itu tampak keren sekali di mata saya, sebab yang melakukan adalah Mama Gina yang bermukim di Seoul sana, negara di mana oppa-oppa yang sering saya lihat di episode drakor yang cool dan handsome tinggal. 

Masyarakat negara maju seperti Korea Selatan terbiasa 'ribet' melakukan pemilahan sampah yang cukup banyak jensnya, karena pemerintahnya memberi aturan ketat dalam hal membuang sampah. 

Aturan ketat ini seiring waktu mulai membudaya, membuat warga perkotaan di Korea Selatan seperti Mama Gina terbiasa membuang sampah sesuai dengan kategorinya. 

Padahal kalau menilik program-program yang terus digemakan oleh YPBB, hal keren serupa juga sudah mulai dilakukan oleh masyarakat di Kota Bandung dan Cimahi beberapa tahun belakangan ini.

Di Kota Cimahi program serupa ini dikenal dengan Barengras (Bareng-bareng Kurangi sampah). Sementara dibandung kegiatan ZWC disebut Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan dan Manfaatkan). Program ini sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2017 lalu. 

Selain di ke dua kota tersebut, kegiatan Zero Waste Cities juga mulai menular ke daerah lain seperti di Kabupaten Gresik (bekerjasama dengan Ecoton), Denpasar (oleh PPLH Bali), dan Medan (oleh Walhi Sumut). 

Pertanda kita yang jauh di Indonesia sini, juga bisa banget melakukan kebiasaan keren penduduk dari negara asal aktor tampan Lee Min Hoo itu. 

Terinpirasi dari tontonan serupa, saya pernah coba menerapkannya karena penasaran. Sampah sisa makanan dan sisa kemasan saya pisahkan. Bahkan saya rela mencuci bekas botol minum dan dijemur sebelum dibuang agar sisa cairan yang rentan membusuk hilang. 

Namun karena lokasi saya tinggal belum menerapkan konsep semacam ini jadi lah petugas pengangkut sampah tetap mengangkut sampah yang sudah lelah saya pisahkan itu bersamaan. Hancur lebur hati saya, niat untuk berprilaku keren seperti penduduk negara maju pupus sudah.

Pengalaman saya ini membuktikan kalau program ZWC gak mungkin bisa dilakukan sendirian. Butuh tangan-tangan lain yang saling bergandengan. Warga yang disiplin menjalankan, organisasi non provit yang menginisiasi dan mengawasi, serta pemerintah yang meregulasi.  

Maka beruntung sekali kalian sebagai warga di daerah yang sudah tercerahkan permasalahan sampah rumah tangga oleh program ZWC. Saya di sini masih berangan dan berharap kapan tong sampah di ujung gang rumah terpakai dengan semestinya. 

Pada dasarnya memilah sampah itu gampang. Hanya perlu membiasakan, kalau sudah terbiasa malah gak terasa merepotkan. Seperti yang dipaparkan Kang Shendi dan Kang Susanto pada video berikut:

Simak ya, video pengelolaan sampah dari kawasan.

Sampah rumah tangga kita setidaknya bisa dikelompokkan menjadi 3 jenis:

1. Sampah Organik

Sampah ini yang akan ddikomposkan secara komunal di RT atau kelurahan lingkungan ZWC. Sampah ini memiliki karakter mudah terurai, kaena hanya butuh sekitar satu minggu untuk dapat diuraikan selanjutnya di manfaatkan sebagai pupuk kompos.

2. Sampah Non-organik

Sampah ini merupakan sampah yang bisa daur ulang, dan masuk ke dalam kategori sampah kering.  Misalnya sisa botol minuman bersoda, sisa kertas dan kardus, bekas kaleng, gelas dan wadah berbahan kaca. Jangan lupa dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu agar tidak mengundang semut dan serangga. 

3. Sampah Lainnya

Sampah ini berupa residu yang tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat dikomposkan seperti tisu bekas, bekas pakai popok dan pembalut, serta busa rokok. 

Sampah yang sudah dipilah ini lalu dimasukan ke dalam wadah yang berbeda sebelum dijemput oleh petugas pengangkut sampah.

Dampak paling signifikan dengan kebiasaan ini adalah meminimalisir risiko mengundang lalat, serangga sampah. hingga tikus yang merupakan sumber bakteri dan penyebaran penyakit.

Di sisi lain sampah yang telah dipilah tidak akan menimbulkan aroma busuk, ini membuat petugas garda terdepan kebersihan lingkungan tidak perlu mengangkut sampah setiap hari.

Olahan sampah organik tidak melulu sebatas menjadi pupuk kompos dengan berbagai metode yang bisa penyubur tanaman saja. Seperti di RW 9 Kelurahan Sukalayu, Bandung yang memanfaatkan sampah organik sebagai bahan biodigester yang menghasilkan biogas ramah lingkungan.


Pemerintah di berbagai daerah mulai berkomitmen untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah di kawasan. Seperti yang diungkapkan Kepala Bidang DLHK Kota Bandung, Sopyan yang sudah menjadikan isu pengelolaan sampah sebagai fokus utama. 

Narasi positif ini diharapkan membawa inspirasi untuk menggerakan daerah-daerah lain di indonesia untuk bergerak mengatasi sampah di wilayah masing-masih. Kalau sudah begini target penanganan sampah nasional di tahun 2025 sebanyak 70% sangat mungkin terlaksana.

Di Bandung saja partisipan pemilahan sampah sudah mencapai 37%, dan di Cimahi kisaran 63%, membuat sampah yang diangkut ke TPA turun menjadi 23% di Bandung dan 35% di Cimahi. Ini bukti kalau upaya 'menutup keran' aliran sampah perlahan-lahan bisa dihentikan hingga titik nol. 

Memilah sampah dan memutar siklusnya di wilayah dalam lingkup RT atau kelurahan memang tidak menjanjikan kita kaya secara materi. Sekalipun sampah daur ulang bisa dijual pada pengepul, namun perlu diingat bahwa nilainya tidak seberapa. 

Tapi kebiasaan ini bisa menjadikan diri kita kaya hati. Belajar bertanggung jawab pada limbah yang kita sendiri hasilkan. Meminimalkan risiko pencemaran tanah, aliran air dan udara mulai dari diri sendiri.

Sampah organik sisa makanan yang dikomposkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk organik untuk tanaman di sekitar rumah. Proses pembusukan berlangsung di lokasi tanpa harus di bawa jauh ke TPA.

Sayur-mayur tumbuh subur dengan pupuk hasil pengomposan di kawasan

Sampah lainnya yang kering dan terpilah tidak lagi menimbulkan bau busuk dan menyengat. Image truk dan petugas pengangkut sampah yang identik kotor dan bau perlahan akan sirna. Karena sebagian sampah sudah terkelola di temat ia di hasilkan, maka risiko aliran air tersumbat sampah hingga mengakibatkan banjir prlahan akan teratasi. 

Dan yang pasti bencana memilukan yang meninggalkan trauma dan kesedihan mendalam seperti tragedi di TPA Leuwigajah, 16 tahun silam tidak harus terulang lagi. 




Sumber Referensi:

  • CNN Indonesia. 2020. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200610145645-20-511839/mulai-1-juli-kantong-plastik-sekali-pakai-dilarang-di-jakarta
  • Kompas.com. 2020.  https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/01/08190841/tpa-cipeucang-longsor-tangsel-minta-bantuan-kabupaten-tangerang-untuk
  • Kompas.com. 2019. https://sains.kompas.com/read/2019/11/01/190700323/jakarta-hasilkan-7.700-ton-sampah-per-hari
  • Kumparan.com. 2020. https://kumparan.com/kumparannews/mengenang-tragedi-15-tahun-longsor-sampah-di-tpa-leuwigajah-cimahi-1syHik3jMIz/full
  • Lampost.co. 2019. https://m.lampost.co/berita-diguyur-hujan-lebat-gunungan-sampah-di-tpa-bakung-longsor.html
  • Liputan6.com.2020. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4151157/sebelum-jakarta-6-kota-ini-lebih-dulu-larang-penggunaan-kantong-plastik
  • Statistik.jakarta.go.id.2019. http://statistik.jakarta.go.id/rata-rata-jumlah-sampah-yang-masuk-ke-tempat-pembuangan-sampah-terakhir-tpst-bantar-gebang-2019/
  • Tirto.id. 2020. https://tirto.id/mengenal-jenis-sampah-yang-perlu-waktu-lama-untuk-hancur-ejFk
  • Tirto.id. 2020. https://tirto.id/darurat-sampah-makanan-di-indonesia-f3Yn
  • Ypbbblog.blogspot.com. 2020. http://ypbbblog.blogspot.com/2020/07/pengelolaan-sampah-terpilah-sebagai.html
  • Ypbbblog.blogspot.com. 2020. http://ypbbblog.blogspot.com/2020/09/zero-waste-cities-dorong-target.html
  • Ypbbblog.blogspot.com. 2020. http://ypbbblog.blogspot.com/2020/09/antara-tugas-resiko-upah-dan.html



14 komentar

  1. jadi mulai dari diri sendiri, dari rumah sendiri untuk mengelompokan sampah dari dapur dan rumah agar bisa lebih bertanggung jawab sama sampah

    BalasHapus
  2. bener banget mba, sampah kita bukan tanggung jawab petugas kebersihan. saya selalu berusaha meringankan pekerjaan petugas sampah dengan memilah mana sampah berdasarkan kategorinya

    BalasHapus
  3. setuju banget nih, sampah yang dihasilkan sama kita ya tanggung jawab kita donk pastinya yaaa, bukan tanggung jawab petugas kebersihan, udah harus memilah milah sampah nih biar mempermudah petugas kebersihan

    BalasHapus
  4. Demia - Bandung Beauty Blogger15 Februari 2021 pukul 17.10

    setuju banget nih, sampah yang dihasilkan sama kita ya tanggung jawab kita donk pastinya yaaa, bukan tanggung jawab petugas kebersihan, udah harus memilah milah sampah nih biar mempermudah petugas kebersihan

    BalasHapus
  5. Mpo suka sekali dengan judulnya. Permasalahan sampah memang tanggung jawab bersamaa bukan hanya kita, tukang sampah tapi juga pemerintah harus mesin daur ulang modern dan juga produsen makanan.

    Jadi tidak main salah salahan kalau ada musibah ledakan di tempat pembuatan sampah.

    BalasHapus
  6. Utk mengurangi sampah plastik ini memang harus dimulai dr diri sendiri dl ya mbak.
    Aku setiap blanja uda ga pakai kantong plastik, slalu sedia bawa tas belanja di dalam tas.

    Yang masih masalah dan aku masih belajar memilah sampah sesuai kategorinya nih, mbak. Susah utk konsisten, huhuhu

    BalasHapus
  7. Cakep banget itu embernya kak, eheheh penuh dengan sayuran ya. Diberdayagunakan banget tempat bekas seperti itu. Aku masih nerapin pisah sampah basah dan botol.

    BalasHapus
  8. Permasalahan sampah ini memang jadi tanggungjawab kita semua. Walau masih sebatas bawa kantong belanjaan sendiri ke mana-mana seenggaknya udah ada perubahan sedikit dari aku yang sebelumnya. Btw aku penonton setianya Kimbab Family hehe.

    BalasHapus
  9. kurangin sampah dari diri sendiri ya. aku pribadi juga amat mengurangi penggunaan plastik dan kalaupun ada sebisa mungkin dipake lagi untuk memperpanjang usia plastik sblm dibuang

    BalasHapus
  10. Aku mau mencoba memilah sampah dan masukin ke Bank Sampah nih mbak. Soalnya kalau dititip sama tukang sampah biasa, eh disatuin lagi huhu

    BalasHapus
  11. Wah mantu idaman banget nih :D
    Di rumah kami udah pisahkan sampah basah dan kering sementara ini mbak. Walau yg kering belum dipisahkan menurut jenisnya.
    Tp aku sedih pas pengambilan sampah sama petugas kan aku jelasin, ini sampah basah, ini sampah kering, eh petugasnya malah bilang: gpp tumpuk aja, sama aja
    Hadeuh, tapi moga gak sia2 usahaku dan sampah2 itu bisa dipisahkan di tempatnya nanti

    BalasHapus
  12. Iya nih mesti disiplin memilah sampah ya. Kadang aku buang sampah ke depan aja males. Masih menumpuk di dapur hehehe

    BalasHapus
  13. Kalo saya mulai dari mengurangi produk disposable mbak. Skrg lg nyoba pakai menstrual pad dan reusable cotton pad. Mulai dr hal kecil dulu hehe

    BalasHapus
  14. Ingin sekali mulai rajin dan memilah sampah dengan teliti.
    Pasti membuahkan hasil yang baik dan kesehatan untuk alam juga.
    senang sekali melihat lingkungan yang dipenuhi pohon hijau dan pupuknya alami dari sampah sehari-hari yang kita hasilkan.

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Silakan Berkomentar agar saya dapat mengunjungi balik blog kamu. Mohon maaf jika mendapati komentar dimoderasi, mengingat maraknya spam yang nganu.