Caraphernelia — Jacob Julian
What if I can’t forget you?
“Aku
melupakanmu. Aku tahu aku salah karena melupakanmu berarti menghapus semuanya. Dan
itu memang terjadi Bukan hanya kenanganmu, tapi seluruh masa laluku ikut
lenyap. Aku bersyukur karenanya. Aku menjadi orang baru dan tidak perlu kenal
lagi dengan orang yang tidak mencintaiku. Orang yang mencampakkan cintaku. Tapi
ternyata aku tidak benar-benar hilang ingatan. Karena kepingan kisah masa lalu
masih berceceran dan selalu berada di tempat aku berdiri.” (Hal—187).
Terjaga
di sebuah ruang kamar yang terkunci. Jona merasakan rasa sakit di seluruh
tubuhnya. Goresan luka berdarah di lengan. Dan ingatannya yang hilang. Apa yang
terjadi dengannya? Bagaimana Bisa?
Hanya
ada beberapa butir pil berserakan. Dan kertas resep dengan tulisan ceker ayam
di atas meja. Hingga akhirnya ia menemukan ponsel yang bergetar di sebuah saku
jaket yang terongok di bawah tempat tidur. Parahnya, Jona bahkan tidak ingat
siapa namanya.
Bunuh
diri karena cinta? Hanya para pecundang yang sanggup melakukannya. Dikecewakan
wanita. Patah hati. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Membawa Jona overdosis pil hingga hilang ingatan. Ah,
sebenarnya memang itu yang diharapkannya. Terlahir menjadi pribadi baru melalui
rahim yang diciptakannya sendiri. Dengan harapan segala masalah di masa lalunya
lenyap. Tapi, satu hal yang tidak disadari Jona, kepingan masa lalu itu ada di
hatinya. Selalu beramanya.
Bagaimanapun
ia berusaha mengahapus ingatan, hatinya tak akan pernah ikut tercabut. Bukankah
hidup sebagai pecundang—yang lari dari kenyataan hidup yang harus dihadapi—itu sangat
meyedihkan. Rasa-rasanya lebih baik Jona lompat saja dari balkon apartemen Alana,
daripada hidup dalam paranoianya.
Sesungguhnya
tidak hanya perkara cinta yang membuat Jona ingin mengakhiri kenangannya—walaupun
bukan nyawanya. Keluarga, kehidupan dan lain sebaginya. Seharusnya Jona sadar,
masih ada orang yang menyayanginya dengan tulus. Dengan catatan ia masih mampu
mengalihkan fokusnya selain ke orang yang menghianatinya.
Jona hanyalah sebuah
pelajaran baginya. Kini dirinya sedikit mengerti tentang apa yang patut
diperjungkan dan apa yang seharusnya segera disingkirkan. Alana paham tentang
sebuah konsep bahwa kenangan hanyalah bagian dari masa lalu yang selamanya akan
melekat seperti keringat atau daki di kulit. Dihilangkan seperti apapun, pasti
akan kembali (Hal—192).
*Done read 01 of 60 books must read in 2016
Tanggamus, 02
Januari 2016
Tidak ada komentar
Terimakasih sudah berkunjung. Silakan Berkomentar agar saya dapat mengunjungi balik blog kamu. Mohon maaf jika mendapati komentar dimoderasi, mengingat maraknya spam yang nganu.