[Done Read 14 Books] Storm: Seri Elemental




Storm: Seri Elemental — Brigid Kemmerer

 

Aku tidak percaya pada kebetulan, 
meski kadang kebetulan memang benar-benar terjadi—Becca


Auwooo....

Kenapa prolognya gitu? Entahlah, yang jelas saya seneng banget. Akhirnya selesai juga baca ini novel. Secara ini buku mulai saya baca dari awal januari lalu. Awal april baru kelar boo. Ajegile! Lama banget gak sih? 

Ya, gimana gak lama? Orang ini novel saya tinggalin di rumah. Sedang saya hidup di tempat kos. Entah angin apa minggu ini, ketika di rumah saya berambisi kuat untuk menyelesaikannya. Walau halangan rintangan menerjang, harga BBM turun lagi, sedang supir taksi pada demo, akhirnya kelar juga. Motivasi terbesar sih, karena gak mungkin saya bawa ke Bandar Lampung
, sebab berat hehe.

Novel terjemahan yang berjumlah 42 bab dan 552 halaman ini, cukup bikin nyali ciut. Abis tebel banget sih. Kayak daftar dosa mantan yang dibukukan. Bacanya aja serba salah. Dipegang pakai dua tangan, bikin pegel. Sambil duduk taruh atas kaki, juga berat. Tengkurep, capek. Apalagi telentang, jangan deh. Serius mau baca novel sambil telen-tang? Ya, gitulah pokoknya susah cari posisi wuenak kalo baca novel tebel.

Anyway, masih ada tiga buku terjemahan lagi yang belum kelar saya baca. Salah satunya seri ‘in death’ yang cerita sebelumnya pernah saya review di sini. Saya emang butuh waktu ekstra kalo baca buku terjemahan gini. Walau berujung males lanjutin, sebab sudah lupa jalan ceritanya huahaha. Ya itu, kelemahan saya, ‘pinter memulai dan susah untuk konsisten dengan sesuatu yang telah dimulai.’ -_-

Cerita bermula dari empat bersaudara Merrick; kakak tertua Michael, si kembar Nick dan Gabriel, serta si bungsu Chris. Keempatnya memiliki anugerah berupa kekuatan empat elemen berbeda; tanah, angin, api dan air. Bersama mereka berusaha menjalani hidup senormal mungkin agar tidak mecolok di lingkungannya, dan yang penting, agar tidak terendus oleh pemandu. Pemandu itu siapa, dan ngapain pemandu ngendus-ngendus jejak mereka? 

Saya baca novel ini jadi membayangkan, someday saya punya empat anak lelaki semua macem Merrick bersaudara. Ada si kakak tertua yang tampan, tegas dan gahar, sebab punya tanggung jawab menjaga adik-adiknya. Anak tengah yang kembar, serupa tapi punya kekuatan berbeda dan jahil abisss. Tak lupa si bungsu yang ‘sok’ dewasa, tapi faktanya paling muda dan parahnya selalu jadi sasaran bully kakak-kakanya. Duhhh! Menggemaskan sekali. (Skip-skip! Ini jomblo malah numpang berimajinasi hahaha)

Entah sial atau beruntung, Becca ditakdirkan berada di tengah Merrick bersaudara, tentu dengan segala problematika yang telah diwariskan dari orang tua secara turun-temurun. Problem kok diwariskan, harta kali yah! Kusutnya Becca muncul bertepatan dengan Chris yang sedang diserang oleh Tyler dan Seth—musuh bebuyutan kemuarga Merrick. Chris, si pengendali elemen air—yang notabenenya masih bocah remaja labil (Apa, bocah? Apa remaja nih?) ‘Bawel lo, intinya labil!’—selalu mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosinya, yang berdampak pada kekuatannya yang juga ikut tak terkendali. Ya gitulah kalo remaja lagi jatuh cinta, bawaannya meledak-ledak muehehe. 

Omong-omong, si Chris ini tipikal cowok cuek, jual mahal dan cool gimana gitu. Bikin gemes! Ngingetin sama adik bungsu saya yang diam-diam BBM-nya rame sama cewek-cewek centil nan labil :D

Apakah kekuatannya yang sering di luar kendali itu dapat mencelakakan orang tercinta? Lantas mampukan Chris mengendalikannya? Situasi semakin keruh karena kehadiran Becca, yang nahasnya selalu muncul dengan ancaman bahaya. 

Satu yang pasti, Chris DKK tidak memiliki banyak waktu lagi, sementara pemandu sudah semakin deat dengan mereka. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Sejatinya, keberadaan Becca—yang manusia biasa-biasa saja—bukanlah sesuatu kebetulan. Apakah Becca juga memiliki kekuatan elemen layaknya Merrick bersaudara? 

“Tetapi—“ Hunter mengerutkan kening. “Bagaimana orang-orang di sekolah mengusikmu. Kamu bisa menangani anjing dengan baik. Maksudku—ibumu adalah seorang perawat, astaga. Dan kemudian, kamu bilang Drew, mencoba—di lapangan tadi malam.” Dia menyisirkan jari ke rambutnya. “Aku tidak pernah memikirkan bagaimana rasanya semua itu pada seorang perempuan, tapi—“

Astaga Becca ingin meninjunya “Kamu ini ngomong apaan, sih?”

“Dia kelima,” kata Michael, melangkah kesamping Becca (Hal—518).

Apa maksud Michael? Temukan jawabannya langsung!

Ini novel genre remaja yang akan saya rekomendasikan bangettt (T-nya tiga) untuk dedek-dedek gemes. Saya suka syekaleh dengan novel remaja barat. Sebab dialognya cendrung ceplas-ceplos, tanpa banyak gombal basi gak penting. Macem ini:

“Ya ampun, Bex, apa kamu pikir dia akan melakukan sesuatu yang mengerikan seperti...membelikanmu bunga?”

Becca menatap kesal (Hal—126).

Sensasi sarkas dan hakjleb-nya dapet banget.

Sumpah saya setuju banget sama Quinn ini. Beberapa cewek menganggap dikasih buket kembang itu sweet. Tapi kalo saya sih tersinggung, ‘situ kira sini kuburan!’ ngasih kembang :P 

‘Lamborghini, dong!’ lho!

Lanjut, meski berseting kebarat-baratan, tidak ada adegan fulgar dalam novel ini. Adegan cinta-cintaan pas banget porsinya; sebatas cium pipi, dansa, pegangan tangan, gitu-gitu aja. Sangat wajar, apalagi di kultur budaya barat. Kental sekali dengan jiwa remaja yang menggebu-gebu, emosi meledak-ledak, gak sabaran, berpikir cendrung dangkal, konyol, dsb.

Tapi sayangnya, novel ini cukup membosankan, jika tidak teguh iman, sulit untuk meng-klimaks-kannya (duhh, bahasa gue!). Beberapa kali saya gagal fokus dengan alur cerita dan konfliknya. Sebab penggambaran suasana oleh si penulis—yang menurut saya—terlalu detail. Macam penyiar berita live di televisi. Bukannya memperkuat cerita, tapi memperbosan. Beberapa kali terpaksa saya skip. Alih-alih saya kesel, sampai geregetan, ‘sebenernya mereka ini mau ngapain sih?!’ 

Kenapa deskripsinya begitu bertele-tele? KZL! Macam pacar yang sudah bosan dan takut mau minta putus. Hadehhh!

Overall, saya suka dengan novel ini.  Sebab belinya di bazar yang murah meriah hehe. Novel yang bagus adalah novel yang ketika kita selesai membaca, ada semacam ‘rasa’ yang melekat dan membekas di benak pembaca. Yang roman gak sekedar mengharu biru. Atau yang komedi gak sekedar ngakak kopong belaka. Gitu sih, menurut saya.


*Done read 14 of 60 books to read in 2016


Tanggamus, 02 April 2016


4 komentar

  1. Wahhhh gue belom pernah baca novel terjemahan setebal itu. Novel tertebal yg pernah gue baca keknua perahu kertas doang. Alasanya sama tuh kek lo. Tebal banget. Tebalnya mengalahkan dosa mantan yg dibukukan. Hahahahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asikk jadi keingeta dosa mantan nih ya gara gara novel tebwl. Kampret memang!

      Hapus
  2. Duh tebel banget ya novelnya, enakan nonton filnya kali ya kalo tuh novel dibikin film

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu tergantung kesukaan aja sih mas bud. Tapi kalo saya lebih suka baca novelnya lho

      Hapus

Terimakasih sudah berkunjung. Silakan Berkomentar agar saya dapat mengunjungi balik blog kamu. Mohon maaf jika mendapati komentar dimoderasi, mengingat maraknya spam yang nganu.